Ilustrasi Pembangunan Infrastruktur (Sumber: Google Images) |
Pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah pembiayaan. Banyak yang bertanya-tanya, pemerintah membangun semua infrastruktur dengan dana APBN yang terbatas itu mendapatkan uang darimana? Maka dikenal lah skema Kerjasama Pemerintah-Badan Usaha (KPBU). Skema ini memungkinkan pemerintah bekerjasama dengan badan usaha atau swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Nah salah satu cara pemerintah dalam mengembalikan modal pembangunan kepada badan usaha adalah melalui Availability Payment atau Pembayaran Ketersediaan Layanan.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Availability Payment adalah pembayaran secara berkala oleh menteri atau kepala lembaga atau kepala daerah kepada Badan Usaha Pelaksana (BUP) atas tersedianya layanan infrastruktur yang sesuai dengan kualitas atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam perjanjian KPBU.
Dalam konteks pembiayaan penyediaan infrastruktur di Indonesia, Availability Payment dimaksudkan untuk mengoptimalisasi nilai guna serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendanaan APBN sehingga keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah tidak menjadi faktor utama penunda penyediaan infrastruktur yang berkualitas.
BUP yang terdiri dari pihak swasta akan melakukan investasi pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur tersebut tentunya akan memberikan layanan tertentu pada konsumen atau masyarakat sebagai penerima manfaat. Konsumen atau masyarakat tersebut nantinya akan membayar tarif tertentu sebagai biaya layanan yang akan diterima oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) yang terdiri dari pihak pemerintah. Hasil dari pembiayaan tersebutlah yang nanti akan digunakan untuk pengembalian investasi oleh BUP.
Skema pengembalian investasi pada Availability Payment |
Besaran pembayaran Availability Payment kepada BUP tergantung pada Perjanjian KPBU dan memperhitungkan pengurangan pembayaran untuk ketersediaan layanan dan tingkat kinerja. Maka dari itulah Availability Payment tidak dapat dianggap sebagai hutang, tetapi sebagai kewajiban mengikat yang membutuhkan komitmen alokasi pendanaan dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
Pembangunan menggunakan skema AP ini tentunya menuntut pihak BUP untuk menghadirkan atau membangun infrastruktur dengan pelayanan yang maksimal. Hal ini karena dalam KPBU Availability Payment sudah mencakup skema DBFOM (Design, Build, Finance, Operating, Manage) dalam satu kontrak kerjasama. BUP juga harus lebih responsif terhadap ketersediaan dan kualitas dari layanan infrastruktur.
Adapun keunggulan dalam skema Availability Payment bagi pemerintah atau PJPK adalah tidak adanya pembayaran dari pemerintah kepada BUP sampai layanan penuh tersedia. Hal ini juga lah yang menyebabkan beban anggaran tidak besar sehingga dapat membangun lebih banyak proyek infrastruktur. Namun hal itu harus dibarengi dengan pemeriksaan atau audit secara berkala oleh pemerintah dalam pelaksanaannya. Pemerintah perlu melakukan upayan pemantauan kinerja sehingga lebih efektif dan berkelanjutan.
Mekanisme Availability Payment sendiri terbilang sangat cocok digunakan untuk pengembangan kualitas dan kuantitas infrastruktur di beberapa daerah di seluruh penjuru Indoneisa. Hal ini karena pemerintah atau pemerintah daerah sebagai PJPK tidak perlu memiliki kemampuan fiskal yang tinggi jika ingin membangun infrastruktur karena akan ditanggung oleh BUP KPBU sampai infrastruktur dapat melayani masyarakat. Namun satu hal yang tetap perlu diperhatikan, perlunya komitmen yang tinggi dari kedua belah pihak agar kerjasama dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan infrastruktur memadai sesuai yang direncanakan.